Senin, 28 Maret 2011

MBOLO WEKI "Advokasi Perencanaan dan Penganggaran yang Pertisipatif serta berpihak pada Rakyat Miskin dan Perempuan "

Visi Mandiri dan Religius yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang kemudian menjadi Nafas Pembangunan di Kabupaten Dompu merupakan Manifestasi dari semangat pemerintah dalam rangka menciptakan Kabupaten Dompu yang berdiri diatas kekuatan dan kemampuan sendiri yang tentunya atas dasar nilai-nilai religiusitas, sehingga diharapkan Bumi Nggahi rawi Pahu ini menjadi daerah yang berdaya saing dan memberikan dampak positif baik bagi kesejahteraan rakyatnya maupun sebagai kontributor keberhasilan Program Pembangunan Nusa Tenggara barat.
Menciptakan masyarakat yang  Mandiri merupakn cita-cita dan indikator pencapaian yang luar biasa bagi satu daerah yang berlatar belakang biasa saja dan ber-PAD sangat rendah seperti Kabupaten Dompu, namun cita-cita tersebut memang harus diapresiasi karena bagaimanapun juga, masyarakat mandiri merupakan cita-cita dari seluruh elemen masyarakat Kabupaten ini. Jika diperhatikan lebih jauh, cita-cita ke-Mandiri-an masyarakat sebenarnya tidak harus berjalan pada sisi kemampuan masyarakat berbelanja dan memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi rakyat semestinya didorong kemandiriannya pada sisi yang lain juga. Jika di contohkan secara sederhana dan Kabupaten Dompu ini di Umpamakan sebagai Perusahaan, maka Rakyat lah pemegang saham terbesarnya, seperti lazimnya perusahaan, keuntungan terbesar seharusnya dinikmati oleh pemegang sahamnya dan dalam hal ini, pemegang saham kabupaten Dompu adalah rakyat Dompu itu sendiri. Terkait dengan hal ini, seharusnya yang terjadi adalah pemegang saham inilah yang berkewajiban menentukan dan menggiring arah perusahaan / kabupaten ini kepada jalan yang dikehendaki bersama demi kesejahteraan dan keuntungan bersama, sementara pemerintah berkewajiban mengelola dan melayani pemegang saham. Keberpihakan pembangunan pada kepentingan rakyat hanya akan menjadi mimpi jika rakyat hanya dijadikan sebagai alasan dan obyek dalam membangun. Oleh karena itu, rakyat semestinya menjadi Subyek Pembangunan karena modal dasar dan terbesar dalam membangun adalah berasal dari rakyat, apapun bentuknya.
Kedaulatan rakyat yang hanya dirasakan setiap momentum Demokrasi harus dikembalikan pada makna yang sebenarnya, yaitu “Dari Rakyat, OLEH rakyat dan UNTUK rakyat”. Dengan kata lain, pembangunan ini harus dikembalikan kepada yang berhak, berhak atas rencana maupun berhak atas hasil. Musyawarah perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) merupakan media yang ideal bagi langkah keterlibatan warga / rakyat dalam rangka ikut sera menentukan arah pembangunan daerah, musrenbang semestinya menjadi wadah curah pendapat dan penjaringan aspirasi masyarakat atas persoalan utama yang dihadapi dalam kesehariannya, bukan malah menjadi agenda formalitas serta menjiplak hasil perencanaan yang dihasilkan  pihak lain lalu kemudian di justifikasi sebagai usulan riil dari masyarakat.
Dalam hal ini, Undang-undang Sistim Perencanaan nasional mengamanatkan bahwa dalam setiap proses pembangunan semestinya memaksimalkan partisipasi publik, dan tidak menjadi rahasia umum bahwa publik yang dimaksudka adalah seluruh elemen masyaakat, bukan hanya segelintir orang / pihak saja. Yang seharusnya terjadi dan menjadi keharusan adalah, bagaimana kemudian masyarakat sebagai pemegang saham terbesar dalam pembangunan ikut serta terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah, tidak hanya dilihat dari segi jumlah partisipan, tapi juga kualitas keterlibatan juga harus diperhatikan secara serius.
Selain kualitas keterlibatan pubik dalam perencanaan pembangunan yang harus didorong secara maksimal, perlu juga diperhatikan bahwa untuk memastikan aspirasi masyarakat tersebut terakomodir dalam agenda pembangunan, maka harus pula meningkatkan fungsi kontrol masyarakat terhadap proses pembahasan sebagai bentuk Komparasi usulan masyarakat dengan Agenda SKPD yang ada sehingga pelaksanaan pembangunan benar-benar mencerminkan hubungan saling mengisi antara elemen daerah.
Oktober 2010 merupakan bulan fenomenal bagi sejarah pembangunan kabupaten Dompu, dimana di Bulan tersebut, 30 Orang Wakil Rakyat telah bersepakat menetapkan Peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) atau oleh DPRD Kabupaten Dompu disebut Dana Alokasi Desa (DAD), kebijakan ini kemudian disambut baik oleh beberapa kalangan, termasuk eksekutif, yang walaupun pemberlakuannya direncanakan pada tahun 2011 karena DPRD memberikan kesempatan pada Eksekutif untuk mempersiapkan segala bentuk perangkat pengelolanya, baik terkait dengan Struktur, Juklak / Juknis, maupun Kapasitas aparat Pengelola di tingkat desa.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka tidak akan lama lagi, Desa akan bisa mengelola pembangunan desanya secara Mandiri tanpa harus lebih banyak menunggu menggantungkan harapan penuh pada program pembangunan dari pemerintah Kabupaten, hal ini tentunya akan membawa dampak yang cukup signifikan bagi desa dan rakyatnya karena bagaimanapun juga, pembangunan yang dilaksanakan oleh desa akan secara langsung dapat diawasi dan dirasakan manfaatnya oleh warga desa itu sendiri. Desa harus sudah mulai mempersiapkan dirinya, karena syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh desa adalah adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah desa (RPJMDes) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes). Dua Dokumen ini merupakan dokumen perencanaan Pembangunan dan Pembelanjaan Desa, karena merupakan Dokumen perencanaan untuk pembangunan pada Level Desa, maka Penyusunannya pun harus separtisipatif mungkin, Masyarakat desa harus terlibat secara maksimal, tidak hanya dari segi kuantitasnya, namun juga kualitas keterlibatan masyarakat itu sendiri..
Dilevel kabupaten, Pemerintah daerah semestinya sesegera mungkin menyiapkan perangkat pengelola ADD ditingkat desa, baik dari segi managemen maupun kualitas pengelola itu sendiri. Melalui Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Alokasi Dana Desa yang disusun dengan melibatkan banyak pihak akan memaksimalkan ketegasan serta keakuratan aturan yang disusun, sehingga pelaksanaan ADD dapat menjadi jawaban atas kerisauan masyarakat pada substansi proses pembangunan yang kurang berpihak pada kepentingan rakyat dewasa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wellcome to My Graffiti