Kamis, 24 Maret 2011

Konsolidasi Gerakan Advokasi sebagai Perwujudan Kedaulatan Masyarakat Sipil.. “Perencanaan Pembangunan,,,Untuk Siapa..??”

Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang sering disebut Musrenbang ditingkat Desa dan Kecamatan telah Rampung dilaksanakan. Musrenbang Ditingkat desa bertujuan untuk menjaring Aspirasi masyarakat Desa dalam rangka mewujudkan Pembangunan di Desa, begitu juga Musrenbang tingkat Kecamatan merupakan Proses Pertarungan Usulan Desa dalam rangka menentukan Prioritas Pembangunan di Evel Kecamatan.
Musrenbang semestinya menjadi arena untuk mewujudkan Kedaulatan rakyat, sebagaimana amanat Konstitusi Negara Indonesia, jika di perhatikan lebih jauh, maka cita-cita mewujudkan kedaulaatan rakyat ternyata masih jauah dari harapan. Musrenbang masih didominasi oleh kelompok kepentingan, baik di desa maupun ditingkat kecamatan, lalu kemudian masyarakat sipil berperan sebagai penonton setia yang sesekali meneriakkan yel-yel penyemangat bagi para pemain, karena realita Musrenbang yang kita temui adalah penentuan prioritas usulan ditentukan oleh kekuatan kelompok kepentingan yang kemudian menjustifikasi kekuatan masyarakat sipil sebagai pendukung, vonis prioritas dibacakan atas suara “Paling Nyaring” tanpa terlebih dahulu mengajak masyarakat untuk melakukan analisa bersama terhadap usulan sehngga usulan tersebut benar-benar bisa menjadi Prioritas dalam membangun.
Semua yang ber”kepentingan” terhadap hasil musrenbang, jika ditanya, maka jawaban yang akan kita dapatkan adalah Musrenbang telah berjalan Partisipatif, dari arti Normatif Partisipatif, maka kita memang harus mengakui bahwa proses yang telah dilaksanakan itu Partisipatif. Namun kemudian ketikat berbicara Substansi Partisipatif, maka kenyataan yang kita temui akan sangat Miris, karena Ramainya masyarakat yang terlibat dalam Musrenbang Desa tidak bisa menciptakan ke”Gaduh”an pada Arena Musrenbang Desa, karena suara yang kita dengar hanyalah “Nyanyia Lagu Setuju” semata. Lalu kemudian Naik ke Tingkat Musrenbang Kecamatan, kita akan menjumpai adanya praktek pembatasan hak partisipasi warga dalam prosesnya, karena setiap desa hanya diwajibkan membawa 6 orang peserta, itu pun masih dipilah lagi dengan satu orang Kades, satu Orang Sekdes, Tiga Masyarakat Sipil, dan satu orang dari PNPM. Padahal jika dilihhat dalam Regulasi Negara, jaminan keterlibatan masyarakat Sipil secara Maksimal jelas-jelas diatur didalamnya. Siapa yang salah..??Entahlah...
Sekarang, mari kita menengok pada Musrenbang Kabupaten yang sebentar lagi akan digelar. Namun sebelum kita membicarakannya, terlebih dahulu mari kita cari jawaban atas Pertanyaan : Akankah Kedaulatan Rakyat dapat Terwujud pada Musrenbang Kabupaten..??? Semua orang dapat menjawabnya dengan versi yang berbeda, tergantung kepentingan dan Prospek keuntungan. Dalam Regulasi Negara Indonesia, diatur bahwa Setiap Proses Perecanaan pembangunan semestinya di umumkan kepada Publik baik jadwal maupun hasilnya. Dari sekian banyak Kabupaten yang ada, Dompu merupakan salah satu Kabupaten yang tidak pernah mengumumkan Jadwal Musrenbang kepada seluruh rakyatnya melalui berbagai media, dan jangan sekali-sekali bertanya apakah hasilnya diumumkan atau tidak, karena kita akan mendapatkan jawaban yang sangat mengecewakan.
Jika Musrenbang Desa dan Kecamatan merupakan ajang pertarungan Antar sesama masyarakat, maka di Musrenbang Kabupaten adalah Pertarungan sengit antara kepentingan segelintir elit yang dititipkan pada Satuan kerja Pemerintah Daerah (SKPD) melawan kepentingan rakyat. Dari tahun ke tahun pertarungan sengit ini selalu terjadi, namun pamenangnya sudah bisa di tebak, pasti SKPD lah pemenangnya, karena sang Rakyat tidak pernah mengikuti pertarungan. Jika pertanyaannya berlanjut pada “kenapa rakyat tidak pernah ikut bertarung..?? jawabannya adalah karena Rakyat tidak pernah tau Jadwal pertarungan, dan terkadang niatnya untuk bertarung justru dihalang-halangi, bahkan tidak jarang, rakyat mengetahui jadwal pertarungan justru ketika pertarungan akan dimulai sehingga Rakyat bertarung tanpa persiapan dan perbekalan yang matang. Sungguh realita yang menjemukan.
Untuk itu, sebagai kepanjangan dari perjuanganPAhlawan kemerdekaan dalam merebut kedaulatan rakyat atas jajahan negara Asing, Rakyat masa kini juga harus merebut kedaulatan atas ketertindasan oleh orang yang sebenarnya hanya diberikan hak untuk mengelola kekayaan rakyat, karena sudah bukan saatnya lagi untuk terus menunggu dan menjadi obyek atas pengelolaan kekayaan sendiri.
Disisi lain, Alokasi Dana Desa membutuhkan Perhatian semua kalangan, karena bagaimana pun juga, otonomi desa merupakan salah satu upaya pengembalian Kedaulatan pada Warga desa, dengan demikian, warga desa bisa melakukan pengidentifikasian serta merumuskan arah pembangunan desanya. Alokasi dana Desa yang direncanakan sebesar Rp 15.2 M, yang kemudian akan dibagi keseluruh desa secara Proporisonal tersebut merupakan bentuk dari akumulasi hak desa yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. ADD merupakan realisasi dari otonomi desa, oleh karea itu dubutuhkan peran serta dari seluruh elemen untuk mengawal implementasi dari ADD tersebut, tidak terkecuali dengan DPA. Yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini, pemerintah belum menerbitkan Peraturan yang memuat pedoman pelaksanaan ADD, padahal DPRD Kabupaten Dompu telah mengesahkan Perda ADD sejak bulan November silam. Muncul lagi pertanyaan besar, kenapa sampai saat Ini pemerintah Kabupaten Dompu belum merespon Perda ADD yang di Syahkan DPRD dengan menerbitkan Perda Juklak / Juknis ADD ?? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, masyarakat sipil semestinya menyatukan persepsi dan semangat dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat desa demi pembagunan desa yang lebih baik dimasa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wellcome to My Graffiti